Awal mula kuliah
di psikologi, mata kuliah yang pertama kali aku pelajari adalah Antropologi. Di
psikologi, tidak hanya mata kuliah tentang ke-psikologian yang dipelajari, tapi
ilmu-ilmu lain yang berkaitan juga dipelajari seperti Sosiologi, Filsafat
maupun kuliah penunjang lainnya seperti Pendidikan Agama, Bahasa Inggris, sampe
kewarganegaraan ma pancasila juga dipelajari. Jadi jangan dipikir lulus SMA
bahagia banget dah gak ketemu ma UUD 1945, justru semakin diperdalam. Ujiannya
lisan lagi, aku sempet harus ngulang dua kali. Huuf… semuanya merupakan pondasi
dalam wawasan ilmu psikologi.
Nah, kuliah
Antropologiku ini sangat menyenangkan. Aku dan beberapa temen yang aslinya
berasal dari IPA, cenderung cukup bingung untuk mengikuti. Bagaimana harus
mengenal apa itu kebudayaan dan kawan-kawannya? Sampai harus buat paper
mengenai desa tempat tinggalnya. Asyik banget akhirnya aku bisa memiliki kesempatan
untuk mengetahui bagaimana asal-usul desaku.
Yang unik dari
kuliah Antropologi adalah pak dosennya. Dosennya unik banget, udah sepuh tapi
wejangan-wejangannya sangat berarti bagi mahasiswanya. Filosofi hidupnya pun
begitu bulu kuduk merinding disko. Misalnya bagaimana filosofinya terhadap
perempuan? Perempuan baik dia jelek atau cantik itu sama saja kalo lampu kamar
dimatiin.
Suatu saat di
kuliah, “Kalian tau ga rambut di bawah hidung itu apaan?”
“Kumis” Jawab
mahasiswa serentak
“Klo di sini”
sambil nunjuk dagu
“Jenggot”
“Nah kalau di
kelamin?”
Buset ni kuliah
apaan?
Mahasiswa cuman
hening, aku yakin mereka itu tau hanya saja tidak mau ngomong. Tabu banget
untuk dibicarakan.
“Masa ga tau? Ya
sudah namanya J****t, sekarang kalian tau ga? Klo yang di P*n**t tu apa
namanya??”
Aaaaarrrggghh,
apaan nih kuliah? Kali in beneran aku gak tau. Yang tau pun aku yakin akan
sangat malu untuk menjawab.
“Ayo, ga ada
yang tau?? Ta kasih kata kuncinya depannya huruf C. Ada yang tau?”
AKu
geleng-geleng kepala
“Ya sudah huruf
terakhirnya T, ada yang inget?”
“…..”
“Ah, gimana sih
kalian ini?” beliau kemudian menuliskannya di whiteboard besar-besar CIWET. Aku
yakin di antara pembaca banyak yang belum tau, jadi aku tuliskan saja.
“Ooooh”
Aku mengenal
kepanjangan dari KNPI juga dari si bapak. Bukan, bukan KNPI lembaga kepemudaan
itu. Tapi Kissing, Nepping, Putting, Intercorse. Ah, bodo amat apakah dengan
aku menjawab, nilaiku akan menjadi A? Atau apakah ini akan menjadi soal di
ujian mata kuliah Antropologi nanti?
Di waktu lain,
temenku cewek yang agak gemukan juga ada yang pernah ditanya,
“Mba, kamu masih
perawan?”
Aaaa, apa
urusannya???
Lebih aneh lagi
klo waktu ujian. Soalnya itu bikin aku tertidur di waktu ujian. Bukannya saking
mudahnya, tapi saking banyaknya dan harus sesuai dengan buku teks. Gimana aku
ga stress?? Harus ngapalin satu-satu gitu. Uniknya si bapak ini, klo
mahasiswanya lagi ujian, suka ditinggal keluar ruangan. Sontak aja beberapa
mahasiswa jadi kesenangan dan mulai melancarkan aksi mereka masing-masing. AKu
yang kebetulan mendapatkan bangku ujian di belakang, secara tak sengaja
menemukan sebuah wajah yang tiba-tiba terlihat di balik kaca ruangan. Si Bapak
ternyata mengintip dari luar. Hwahaha, ada-ada saja ni si Bapak.
Secara personal aku sering mendapatkan wejangan
dari si Bapak. Terutama wejangan untuk memilih jodoh yang benar dan bagaimana melakukan intercource yang baik. Seperti misalnya suatu ketika aku di mengikuti sebuah acara di kota Malang. Pagi-pagi berniat untuk cari udara segar, eh malah ketemu si bapak.
"Lagi, ngapain?"
"Lagi cari udara segara aja, pak"
"Tadi saya habis jalan-jalan, eh Anda sudah menikah ya?" ga tau tiba-tiba saja pembicaraan menjadi ke arah seperti ini, dan aku sepertinya sudah tau alur pembicaraan ini akan ke mana?
"Eh, belum pak"
"Ah, masa?"
"beneran pak"
"Gini, klo nanti Anda menikah, lebih baik Anda ga usah milih pekerjaan yang berat-berat, pilih kerjaan yang membuat Anda lebih lama di rumah. Pengalaman saya itu lebih enak karena bisa berduaan dengan istri"
"...."
"Waktu saya pertama kali nikah, juga gitu. Berduaan dengan istri di rumah. Uh, rasanya enak banget" sambil ngacungin jempol
",,,,"
"Saya pertama kali nikah ..." obrolan berikutnya berisi hal-hal tabu tentang tips-tips melakukan hubungan suami istri, bukannya gak mau berbagi tapi lamanya itu lho yang aku cape ngetik, hwehehe
"Ni, nanti klo Anda masih di Semarang, terus ketemu saya, Anda akan saya tagih"
"Tagih apa, Pak?"
"Eh, Anda kuat berapa lama??"
Hwaaaa, gubrag-gubrag, klo gitu aku ga mau tinggal di Semarang lagi nanti klo dah punya istri.
Tapi, bentar lagi beliau mau pensiun, aku dan teman-teman sering bicarain beliau. Tentang cerita-cerita lucunya dan wejangan-wejangan khasnya.
"Klo habis ngelakuin gituan, bagi yang laki-laki Anda harus bilang terima kasih ke istri Anda, "Terima Kasih, kamu memang luar biasa""
Aduh, kita bakalan kangen sama si bapak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar