Jumat, 05 Februari 2016

Kondangan

"Widiiih, panjang banget ya antriannya? Kaya nikahannya artis aja." Kataku ke Ediwan di depanku.
"Yo jenenge anake wong sugih, Cal." Kata Ediwan yang kemudian kami "khusyuk" dalam antrian.
"Eh, Bu, tau nggak sih biasanya kalau resepsi kaya gini ada lho yang pake batik modal amplop kosong," Kata ibu-ibu di belakangku.
"Eh iya Bu, biasanya sih gitu." Jawab ibu-ibu satunya.
*keselek* Aku liat diriku sendiri, pake batik, celana kain, sepatu sandal, di sakuku ada amplop. Aku liat ke Ediwan dan teman-teman cowok lain yang antri di depanku. Pakai batik, penampilannya rapi-rapi. 
"Ed Ed..." colekku ke Ediwan
"Nopo?"
"Ibu-ibu di belakangku ngomongin kita ya?"
"Ngomongi opo?"
"Kata ibunya, ne resepsi kek gini biasanya ada cowok-cowok klimis modal batik ma amplop kosong." Kataku berbisik.
"Blaishke..."

Hehe yap itulah salah satu kisahku dan teman-teman ketika kondangan ke teman yang menikah. Waktu itu teman angkatan kami yang memang anak pengusaha terkenal di kota Semarang atau bahkan di Jawa Tengah, jadi wajar kalau resepsiannya segede gaban bak nikahannya artis Bollywood. haha lebay.
Kondangan, kondangan, kondangan... Yeah, itu kegiatan menyenangkan bagiku (pada mulanya), bukan karena ketemu ama teman yang lagi merayakan kebehagiaannya, tapi di resepsi pernikahan teman, kita bisa reunian. Iyalah, apalagi setelah udah lama nggak kuliah bareng, udah sibuk sendiri-sendiri sama urusannya masing-masing. Selain bisa makan-makan enak, kita bisa foto bareng, apalagi kalau misalnya dipanggil, "Selanjutnya yang akan foto bersama Psikologi Undip angkatan 2006" Wuiiih, udah panggung sampe penuh.
Sejujurnya, moment paling buat merinding dangdut itu bukan di resepsinya, tapi kalau kita datang ke akad nikahnya. Nah itu paling bikin gemeteran. Aku bayangin gimana rasanya si mempelai laki-laki menyalami wali perempuan bukan untuk beradu panco, "Hayyo, kalau kamu bisa menang, kamu dapat anakku." Nggak... nggak kaya gitu!!! Tapi kalimat "Qobiltu nikaahahaa wa tazwiijahaa bil mahril madz-kuur haalan." mmm itu sepupuku sih pas waktu nikahan pake bahasa Arab,  atau ""Saya terima nikah dan kawinya fulanah binti fulan dengan mahar sebuah mushaf Alquran dan perlengkapan Sholat secara tunai."  yang diucapkan oleh seorang laki-laki itu berasa beralihlah tanggung jawab si bapak yang telah membesarkannya dengan susah payah kepada seorang laki-laki yang tidak begitu dikenalnya yang sedang (mungkin) riang gembira dapat anaknya. Entahlah mungkin realitanya seperti itu atau gak segitunya, wallohu'alam.
Aku pernah bilang ke beberapa teman, "Dulu pas waktu kecil, kita kondangannya ketika teman ada yang sunatan, sekarang kondangannya klo ada yang nikahan. Waktu udah lama ya berubah?" Bayangin aja, dulu sunatan teman, aku sama teman-teman lain datang bawa amplop habis itu minum-minum (air teh ya bukan minum cucu capi), klo udah selese kita dikasih berkat buat dibawa pulang. Sekarang, bawa amplop, makan di tempat, habis itu dikasih souvenir.
Semakin ke sini, teman-temanku yang datang ke kondangan teman udah mulai berkurang bahkan kadang hampir nggak ada yang datang. Dulu tingkat ke populer di kampus dapat menjadi indikator yang akan menentukan banyaknya teman-teman yang datang. Namun, sekarang nggak berlaku. Ada aja alasannya, "Aduh, maap jauh, semoga barakah ya." "Aduh, aku udah punya baby, belum bisa diajak ke mana-mana." "Aduh, bumi mau hancur, maap aku gak bisa dateng." (Yang terakhir nggaklah). 
Akhirnya yang datang cuma kadonya aja. Syukur kalau ada yang ngado rumah, tapi nggak mungkin kan (ya mungkin-mungkin aja sih), lha kado favorit itu di antaranya bedcover, seperangkat tupperware, buku-buku tentang membangun rumah tangga, dan sebagainya, bahkan ada tuh teman-temanku yang ngasih kado isinya semangka dipakein celana dalam yang bertuliskan "Jomblo Expired." hadeeeh Klo aku sih biasanya agak iseng dikit kalau dapat tugas beliin isi kado, isinya : gantungan kuncu/hape couple, kain batik, buku atau VCD islami, atau klo bareng teman biasanya lebih aneh lagi, beli lilin romantis, hehe Padahal esensinya bukan di kado, tetapi do'anya itu. Orang nikah, itu kan sepanjang usia, kalau kado atau uang kan bisa habis, tetapi do'a itu akan menyertai seumur hidup. Makanya do'ain yang baik-baik soalnya, do'a kita ke orang lain pada dasarnya mendo'akan diri sendiri. Meskipun gitu gak papa juga sih kalau mau ngasih kado atau uang.hehe
Semakin ke sini, aku juga semakin males datang ke nikahan teman. Bukan karena jauh dekatnya, tapi berhubung aku kuliah di Psikologi yang jumlah cowoknya kaya kesebelasan karambol jadi nggak PD aja datang ke nikahannya teman (terutama yang cewek). Tau ndirilah, cewek-cewek klo dah ngumpul pada ngrumpi, dan pada akhirnya yang cowok tersisihkan berlumut di pojok halaman. haha lebay. Makanya klo ada teman nikahan, aku akan tanya, "Ada teman cowok yang mau datang nggak?" Perlu digaris bawahi, PENTING!!! Aku bukan homo. Jadi nggak mungkin aku datang ke nikahan teman terus nggandeng mesra seorang teman cowok, "Eh, kenalin nih pasangan aku namanya, Hamzah." Naudzubillah Ada atau tidaknya teman cowok yang datang ke nikahannya teman, paling tidak akan menghindarkan aku dari ketersisihan.haha Maklumlah, aku kan belum punya pasangan, jadi masa datang sendirian di nikahannya teman, meranalah hidupku nanti, hahaha lebay ah.
Mungkin bagi sebagian orang yang masih single terus datang ke kondangannya teman itu menghindari ditanya, "Kamu kapan nikah?" "Kapan nyusul?" Ini hampir sama kaya dulu pas waktu masih kecil ditanya, "Ayo kapan sunat?" "Teman-temanmu dah pada sunat lho, masa nggak berani?" Haaaaah..... Awal-awalnya sih defence aja nanggepi "ujian dadakan" gitu. Masa setiap datang ke resepsian harus jawab pertanyaan, "Kapan nikah?" "Kapan nyusul?" Dulu biasanya cuma bisa ketawa klo ditanyain gitu, sekarang agak lebih bijaksana, "Ya do'akan sajalah." hehe Iya serius, didoa'in, jangan cuma "kapan nikah?" kapan nyusul?" Mending dido'ain, "Ya semoga kamu segera nikah ya... Semoga segera nyusul ya, aamiin" Nah kan enak? Pertanyaan di kala kondangan pun semakin berevolusi. Kemarin-kemarin nih pas waktu datang ke nikahannya teman SD, ada temanku yang bilang, "Kapan? Aku udah punya anak lho." Ya ya ... hahaha mau gimana? Akan ada waktunya sendiri-sendiri, insyaAlloh. 
Sejenak aku membaca lagi buku-buku tentang pernikahan, ternyata nikah itu gak segampang, gak seenak yang aku kira. Kalau bahasanya Raditya Dika, ada perpindahan peran. Ya menikah itu perpindahan peran dari satu peran ke peran lain. Kaya ikan Salmon yang melawan arus dan tinggi aliran air untuk bermigrasi. Masalahnya kadang kita yang belum pada nikah ternyata hanya merasa nyaman ada di bawah, padahal "makanan" itu banyak di atas. Buat ke atas, ikan Salmon harus melawan arus, diburu beruang, atau nyangkut di batu. Nggak mudah, butuh persiapan untuk naik ke atas. 
Mereka yang sudah pada nikah, aku salut udah berhasil melawan arus dan naik ke atas. Aku mungkin masih merasa belum siap, atau masih terlalu nyaman di zonaku sekarang. Masih terlalu malas untuk naik ke atas. Atau mungkin masih berharap akan ada "orang" yang baik hati untuk memindahkan aku dari sungai bawah ke atas tanpa aku bersusah payah, tapi si "orang" itu bisa aja bukannya memindahkan aku tetapi membawaku pulang untuk kemudian disantap, hehe. jadi mungkin akunya yang perlu berupaya lebih keras lagi. Mungkin juga akunya yang masih "sombong" juga pilah-pilih rezeki Alloh, mungkin aku perlu belajar rendah diri. Ya do'ain aja deh, semoga aku pun bisa menyusul buat "cari makan" di atas ya. aamiin

Buat teman-teman yang dalam waktu dekat ini pada nikah, atau ketika baca blog ini udah nikah, "Barakallahu laka wa baraka 'alaika wa jama'a bainakuma fii khair"



Tidak ada komentar:

Posting Komentar